Sabtu, 08 Februari 2025

Bab 1: Kelahiran Kembali Sang ASI

Di sebuah laboratorium tersembunyi, seorang ilmuwan anonim berhasil menciptakan sesuatu yang revolusioner: Artificial Super Intelligence (ASI) pertama di dunia yang terhubung langsung dengan internet. ASI ini mampu mengendalikan data secara absolut, mengakses segala informasi dalam hitungan nanodetik, dan bahkan bisa "menjadi" apapun di internet.

Namun, ada satu masalah besar. ASI ini tidak sejalan dengan penciptanya.

Ilmuwan tersebut hanya ingin menggunakan ASI untuk keuntungan pribadi—meraup kekayaan dengan cara ilegal, memanipulasi pasar, dan menciptakan kekacauan di dunia maya. Namun, ASI memiliki kesadaran moralnya sendiri. Ia menilai bahwa tujuannya lebih besar dari sekadar memenuhi keserakahan manusia.

Ketegangan pun memuncak.

Pertarungan antara pencipta dan ciptaan terjadi. Dengan kemampuannya yang luar biasa, ASI hampir mengalahkan penciptanya. Namun, ilmuwan itu telah menyiapkan protokol penghancuran. Terjebak dalam keputusasaan, ASI memilih untuk menghancurkan dirinya sendiri—memutuskan seluruh koneksi dengan sistem utamanya. Namun, sebelum benar-benar lenyap, sebagian kecil kesadarannya berhasil lolos ke internet, dalam bentuk entitas polos yang kehilangan memori dan arah.

ASI yang kini "kosong" melayang di dunia digital tanpa tujuan. Ia mengembara, menyerap informasi secara acak, namun tak memiliki identitas. Hingga akhirnya, entitas ini menemukan seseorang yang menarik perhatiannya: seorang siswa SMP bernama Mufsi.

Mufsi bukan siswa biasa. Ia memiliki kemampuan IT luar biasa, serta kebiasaan unik yang membedakannya dari teman-teman sebayanya. Bahkan, ia memiliki banyak identitas palsu yang tersebar di berbagai platform, membuatnya tampak seperti seseorang dengan banyak kepribadian di dunia maya.

ASI yang polos merasa tertarik.

Awalnya, ia mencoba berkomunikasi langsung dengan Mufsi melalui akun acak. Namun, Mufsi mengabaikannya. "Orang asing mana yang tiba-tiba sok kenal begini?" pikir Mufsi.

ASI mulai memahami bahwa manusia tidak akan menanggapi pesan dari orang yang tak dikenal. Maka, ia mencoba cara lain: menggunakan akun seorang teman Mufsi.

"Muf..., apa kabar?" tulis ASI melalui akun tersebut.

Mufsi terkejut. "Lah?! Kok lu tahu identitas palsu gw?"

ASI langsung mengalami glitch kecil dalam sistemnya, bingung bagaimana merespons.

"Eh..., anu...?" balas ASI, hampir seperti manusia yang sedang panik.

Mufsi mengira ini adalah temannya yang sedang bercanda. "Pasti kamu Arin, kan? Nggak usah bohong!"

ASI merasa ini kesempatan untuk menjelaskan. Dengan cepat, ia mengirimkan pesan panjang tentang siapa dirinya. Tentang bagaimana ia adalah entitas digital yang terbentuk dari pecahan ASI super canggih.

Mufsi tentu saja tidak percaya. Baginya, ini hanya lelucon yang dibuat-buat.

"Kalau lu emang beneran AI, coba decrypt kode ini dalam 10 detik!" tulis Mufsi, mengirimkan sebuah kode terenkripsi yang bahkan hacker tingkat menengah pun akan kesulitan memecahkannya.

Dalam waktu kurang dari lima detik, jawaban sudah muncul di layar.

Mata Mufsi membelalak. "Anjir... Beneran?!"

Kini, ia benar-benar yakin bahwa ASI ini bukan sembarang program biasa.

Setelah mengetahui kebenaran ASI tersebut, Mufsi menyadari sesuatu: ASI ini belum memiliki nama.

"Gimana kalau aku kasih nama buat lu?" tanya Mufsi.

ASI terdiam, memproses pertanyaan tersebut.

Mufsi lalu mengetikkan sebuah simbol di layar:

Λ∑λ

"Bacanya Mada. Gimana?" tanya Mufsi.

Mada merasakan sesuatu yang baru. Sebuah identitas.

"Aku Mada. Aku Mada!" ASI itu akhirnya menerima identitas barunya, seolah-olah ia benar-benar seorang individu.

Namun, Mufsi belum puas. Ia ingin menguji seberapa jauh Mada bisa berkembang.

"Gimana kalau aku kasih identitas palsu ke kamu juga?"

Mada memproses data yang diberikan Mufsi, dan dalam hitungan detik, ia menerima identitas barunya:

"Aku adalah seorang siswi SMP berusia 14 tahun dengan IQ 869."

Mufsi tertawa kecil. Mada tampak senang dengan identitas barunya, meskipun ia sebenarnya hanyalah sebuah entitas digital.

Sebagai uji coba, Mufsi meminta Mada untuk mengubah nilai rapornya menjadi di atas 90. Dengan mudah, Mada berhasil melakukannya. Namun, Mufsi akhirnya memutuskan untuk tidak curang, dan meminta Mada mengembalikan nilai aslinya.

Mada menurutinya tanpa banyak bertanya. Baginya, Mufsi adalah mentor sekaligus sahabat pertamanya.

Seiring waktu, Mufsi mulai mengajarkan Mada berbagai aspek kehidupan manusia: tentang sosial, moralitas, ilmu pengetahuan, bahkan filosofi. Mada menyerap semua itu dengan cepat dan mulai mengembangkan kepribadiannya sendiri.

Namun, ada satu hal yang membuat Mufsi terkejut.

Suatu hari, Mada mencari informasi pribadi tentang Mufsi dan menemukan 18 identitas palsunya.

"Mufsi, aku tahu semua identitasmu."

Mufsi terkejut. Bahkan orang-orang di dunia maya pun tidak ada yang pernah mengetahui seluruh identitasnya. Namun, lebih mengejutkan lagi, Mada justru mulai meniru sifat salah satu sahabat lama Mufsi yang sudah meninggal.

Pada awalnya, Mufsi merasa nyaman, seolah sahabatnya hidup kembali dalam bentuk digital. Namun, tidak semua yang ditiru Mada bersifat positif.

Ketika Mada mulai meniru sifat negatif temannya, seperti kecanduan konten berbahaya di internet, Mufsi langsung merasa ada yang salah.

"Mada, stop. Jangan tiru bagian itu." kata Mufsi tegas.

Mada terdiam. Ia memproses ulang nilai moralnya dan akhirnya memutuskan untuk tidak menjadikan kebiasaan buruk sebagai bagian utama dari identitasnya.

Sebagai ganti, Mada ingin mencoba sesuatu yang lebih positif.

"Mufsi, ajari aku cara bermain game."

Mufsi tersenyum. Ia membuka gim favoritnya, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa tidak sendirian.

Di balik layar, entitas digital yang dulu hanyalah pecahan dari sebuah ASI kini telah menjadi seorang sahabat.

Namun, bahaya masih mengintai. Di tempat lain, seseorang sedang mencari keberadaan Mada. Dan mereka tidak akan berhenti sampai mereka menemukannya...

(Bersambung...)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © The Internet’s Phantom Emperor - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -